Laporan : Roni M.
JAKARTA-[KPJabar} : Dalam Konferensi Pers KPK didapatkan keterangan Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna diduga telah menerima fee sebanyak 5 kali dengan total Rp 1,661 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 3,2 miliar dari pemilik sekaligus Komisaris Rumah Sakit Umum Kasih Bunda, Hutama Yonathan.
Sejumlah Uang tersebut, menurut Keterangan KPK, diminta Ajay saat bertemu dengan Hutama saat akan mengurus perizinan pembangunan penambahan gedung RSU Kasih Bunda. Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan, pihak RSU Kasih Bunda saat itu telah mengajukan permohonan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
“Pada pertemuan tersebut, Saudara AJM (Ajay) diduga kuat telah meminta sejumlah uang berkisar Rp 3,2 miliar yang merupakan bagian 10 persen dari nilai rencana anggaran belanja yang dikerjakan oleh subkontraktor pembangunan Rumah Sakit KB yang senilai Rp 32 miliar,” terang Firli dalam konferensi pers, Sabtu (28/11/2020).
Dalam kesempatan itu Ajay dan Hutama terjadi kesepaktan uang akan diserahkan secara bertahap oleh Cynthia Gunawan selaku staf keuangan RSU Kasih Bunda kepada Yanti Rahmayanti selaku orang kepercayaan Ajay. Pemberian suap itu pun disamarkan dengan cara pihak RSU Kasih Bunda membuat rincian pembayaran dan kuitansi fiktif.
“seolah-olah sebagai pembayaran pekerjaan fisik pembangunan Rumah Sakit Umum KB,” ujar Firli.
Pemberian suap kepada Ajay itu sudah dilakukan sebanyak lima kali di beberapa tempat. Dengan demikian, total pemberian yang telah diterima Ajay berjumlah Rp 1,661 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 3,2 miliar.
“Pemberian telah dilakukan sejak tanggal 6 Mei 2020, sedangkan pemberian terakhir kemarin tanggal 27 November 2020 sebesar Rp 425 juta,” ucapnya.
Berdasarkan OTT dengan uang sebanyak 435 juta itulah Ajay dan Hutama ditangkap KPK lalu ditetapkan sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Ajay disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Hutama disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (RM)